Kontes Ratu Kecantikan dalam Pandangan Islam

Posted by

Agama Islam mengenal juga keindahan dan kecantikan. Karena memang demikianlah kecenderungan batin manusia. Pada zaman modern ini kita lihat dan saksikan, ada pemilihan ratu kecantikan yang dilaksanakan oleh daerah tertentu (regional) ada juga pemilihan yang bersifat nasional dan bahkan ada yang bersifat internasional.
Pemilihan ratu kecantikan, sama dengan pemilihan yang berlaku pada seni suara umpamanya. Semula pesertanya cukup banyak, kemudian dilakukan penyisihan, sampai ke tingkat semi final dan final. Dengan demikian akan ditemukan, wanita yang tercantik, yang cantik dan seterusnya menurut ukuran suatu daerah, nasional (negara) dan ukuran internasional.
Mengenai kontes kecantikan ini, akan dicoba melihatnya dari sudut pandang Islam. Untuk mengetahui kecantikan seorang wanita, dibenarkan oleh Islam. Namun ada tujuannya, yaitu untuk melihat calon istri, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا, وَلِحَسَبِهَا, وَلِجَمَالِهَا, وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْبِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ (رواه البخارى ومسلم, وابوداوالنالى)
Artinya  
Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah (wanita) yang beragama, niscaya anda makmur. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan an-Nasai). 
Dari hadits di atas dapat dipahami, bahwa wanita boleh dilihat dan memperlihatkan diri, apabila ada pria yang ingin melihatnya untuk dijadikan istri, dengan pengharapan perkawinannya nanti akan langgeng, tidak putus di tengah jalan. 
Kemudian dijelaskan pula di dalam hadits lain, bahwa wanita boleh dilihat sebagaimana disabdakan Nabi saw:
إِذَاخَطَبَ أَحَدُكُمْ إِمْرَأَةً فَلاَجُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِذَاكَانَ إِنَّمَايَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَةٍ وَإِنْ كَانَتْ لاَتَعْلَمُ (رواه أحمد)
Artinya
Apabila salah seorang di antara kamu meminang seorang wanita, maka tidak berhalangan (dosa) atasnya untuk melihat wanita itu asal saja melihatnya semata-mata untuk mencari perjodohan, baik diketahui wanita itu ataupun tidak. (HR. Ahmad).  
Sabda Nabi saw:
إِذَاخَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَاإِلَى مَايَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ (رواه ابوداود و أحمد)
Artinya
Apabila seorang di antara kamu meminang wanita, sekiranya ia dapat melihat wanita itu, hendaklah dilihatnya sehingga bertambah keinginannya untuk mengawininya, maka lakukanlaj (HR. Ahamd dan Abu Daud). 
Kedua hadits di atas hanya menjelaskan tentang kebolehan melihat wanita yang akan dipinang saja, tetapi tidak dijelaskan anggota badan yang boleh dilihat. Anggota badan yang dapat dilihat adalah muka dan telapak tangan, sebagaimana sabda Rasulullah, yang diriwayatkan dari Aisyah ra yang artinya:
Sesungguhnya Asma’ binti Abu Bakar masuk ke rumah Rasulullah saw, dan (Asma’) memakai pakaian tipis, kemudian Rasulullah pun memalingkan mukanya seraya berkata: “Ya Asma’, sesungguhnya wanita yang sudah dewasa, tidak pantas (baik) dilihat (dipandang), kecuali hanya ini dan ini, lalu beliau mengisyaratkan kepada muka dan kedua telapak tangan beliau (HR. Abu Daud). 
Penampilan wanita hendaknya berpakaian sopan dan menutup aurat, sebagaimana disebutkan dalam hadits tersebut. Mode pakaian tidak dipersoalkan, asal saja mode itu sudah berlaku umum untuk wanita. Kenyataannya, memang tidak sama antara satu daerah dengan daerah yang lainnya, dan antara satu negara dengan negara lainnya. Pakaian tipis jelas tidak dibenarkan, walaupun lahiriah menutup aurat dan termasuk juga pakaian ketat, yang kelihatan bentuk (lekukan) tubuh secara nyata.
Mengenai pakaian wanita secara umum telah dikemukakan dalam al-Qur’an, Allah berfirman:  
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An-Nur: 31).
Ayat tersebut di atas dengan jelas menyebutkan tentang pakaian wanita dan kepada siapa saja boleh diperlihatkan perhiasannya itu. Selain daripada yang disebutkan, tentu tidak dibenarkan (mafhum mukhalafah).
Selanjutnya perhatikan pula firman Allah: 
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Ahzab: 59).
Jilbab dalam ayat tersebut di atas, adalah sejenis pakaian (baju kurung) yang longgar dan yang dapat menutup kepala, dan dada (kerudung yang menutup kepala dan dada).
Untuk wanita-wanita tua, ada pengecualian dan tidak seketat wanita-wanita yang masih muda.
Allah berfirman:
Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian[ mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.(QS. An-Nur: 60).
Dalam ayat tersebut di atas, yang dimaksud dengan menanggalkan pakaian, ialah pakaian luar saja. Lebih lanjut patut juga dipahami hadits berikut:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِلَمْ أَرَهُمَا, قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَابِسَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسَهُنَّ كَأَسْنِمَةِ النَّخْتِ الْمَائِلَةِ لاَيَدْ خُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَيَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا َلَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةٍ كَذَا وَكَذَا (رواه مسلم)
Ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah kulihat keduanya: suatu kaum yang memegang cemeti seperti ekor sapi, mereka mencambuki manusia dengannya dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, merayu

-rayu, ramputnya disanggul seperti punuk unta yang miring. Wanita-wanita itu tidak akan masuk surge dan tidak pula dapat mencium baunya, padahal bau surge itu telah tercium dari perjalanan sekian dan sekian (HR. Muslim).
Di dalam hadits tersebut di atas dinyatakan: “berpakaian tetapi telanjang”. Maksudnya ialah pakaian wanita itu tidak menutupi tubuh yang wajib ditutupi mungkin karena potongannya terlalu pendek, atau kainnya terlalu tipis atau modenya terlalu ketat.
Kalau pemilihan Ratu Kecantikan dikaitkan dengan agama maka kelihatannya tidak ada yang menyentuh, apalagi membawa misi agama. Masalah kontes Ratu Kecantikan, sebenarnya beberapa tahun yang lalu pun pernah dipersoalkan. Ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju (pro dan kontra) ada saat itu, tidak dikaitkan dengan agama, tetapi dilihat dari segi bangsa pantas atau tidak memamerkan anggota tubuh di depan khalayak ramai. Mungkn timbul ide (pemikiran) karena ikut-ikutan kepada dunia luar, yang mengadakan pemilihan Ratu Kecantikan itu.
Tujuan dari pemilihan Ratu Kecantikan pasti ada, tetapi tidak sesuai dengan kehendak agama, setelah kita lihat kenyataan yang dilakukan selama ini. Demikian juga mengenai penampilan, bila cara berpakaiannya tidak menutup aurat, maka hal itu pun bertentangan dengan firman Allah dan sabda Rasulullah-Nya, yang telah dikemukakan di atas.
Sebenarnya kalau kita bicarakan tentang penampilan berpakaian bagi wanita maka sama saja hukumnya pada waktu kontes dan dalam kehidupan sehari-hari. Bedanya terletak, pada waktu kontes, bersifat khusus dan kecantikannya itu dinilai oleh dewan juri dengan persyaratan-persyaratan yang telah disepakati bersama. Bagi ummat Islam yang menjadikan tolak ukurnya adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, tidak ada pilihan lain, seperti ukuran pinggang, dada dan sebagainya.
Selanjutnya mengenai dampak dari pemilihan Ratu Kecantikan, menurut hemat penulis tetap ada, secara langsung tidak banyak atau sedikit. Kegiatan itu mengundang fitnah atau membangkitkan nafsu birahi dan yang menjadi sasaran, belum tentu wanita yang ikut kontes Ratu Kecantikan itu, tetapi mungkin juga wanita-wanita lain yang dipandang cantik oleh orang yang memandangnya.
Sebaiknya dalam persoalan ini, kita berpegang kepada kaidah hukum Islam:  سَدُّ الذَّرِيْعَةِ(menutup jalan = preventif), sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum agama Islam.


Blog, Updated at: 06.10

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Terbaru

get this widget here