Komponen-Komponen Kurikulum

Posted by

Kurikulum dapat di umpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian, media, serta evaluasi. Kelima komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain.
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum. 
Tujuan
Telah dikemukakan bahwa, di dalam kurikulum atau pengajaran, tujuan memegang peranan yang sangat penting, akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya. Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat. Kedua, di dasarkan oleh pemikiran-pemikran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara. Kita mengenal beberapa tujuan pendidikan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, jangka panjang dan jangka menengah, dan jangka pendek.
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1973/1976 dikenal kategori tujuan sebagai tujuan sebagai berikut. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa indonesia. Tujuan insititusional, merupakan sasaran pendidikan sesuatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin di capai oleh sesuatu program studi. Tujuan instruksional yang merupakan target yang harus di capai oleh suatu mata pelajaran. Yang terakhir ini, masih di rinci lagi menjadi tujuan instruksional umum dan khuusus atau disebut juga objektif, yang merupakan tujuan pokok bahasan. Tujuan pendidikan nasional yang panjang merupakan suatu tujuan pendidikan umum, sedangkan tujuan instruksional yang berjangka waktu cukup pendek merupakan tujuan yang bersifat khusus. Tujuan-tujuan khusus di jabarkan dari sasaran –sasaran pendidikan yang bersifat umum yang biasanya abstrak dan luas, menjadi sasaran-sasaran khusus yang lebih kogkrit, sempit dan terbatas.
Dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, tujuan-tujuan khusus lebih di utamakan, karena lebih jelas dan mudah pencapaiannya. Dalam mempersiapkan pelajaran, guru menjabarkan tujuan mengajarnya dalam bentuk tujuan- tujuan khusus atau objektives yang bersifat operasional. Tujuan demikian akan menggambarkan “ what will the student be able to do as a result of the teaching that he was unable to do before”  mengajar dalam kelas lebih menekankan tujuan khusus, sebab hal ini akan dapat memberikan gambaran yang lebih kongkrit, dan menekankan pada perilaku siswa, sedang perumusan tujuan umum lebih bersifat abstrak, pencapaiannya memerlukan waktu yang lebih lama dan lebih sukar di ukur.
Tujuan-tujuan mengajar dibedakan atas beberapa kategori, sesuai dengan perilaku yang menjadi sasarannya. Gagne dan Briggs mengemukakan lima kategori tujuan yaitu intellectual skills, cognitive strategies, verbal information, motor skills and attitudes. Sedangkan Bloom mengemukakan tiga kategori tujuan mengajar sesuai dengan domain-domain perilaku individu, yaitu donain kognitif, afektif dan psikomotorik.
Bahan Ajar
Siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan lingkunganny, lingkungan orang-orang, alat-alat dan ide-ide.tugas utama seorang guru adalah menciptakan lingkungan tersebut, untuk mendorong siswa melakukan interaksi yang produktif dan memberikan pengalaman belajar yang di butuhkan. Kegiatan dan lingkungan demikan dirancang dalam suatu rencana mengajar, yang mencakup komponen-komponen tujuan khusus, sekuens bahan ajar, strategi mengajar, media dan sumber belajar serta evaluasi hasil belajar. Karena perumusan tujuan khusus strategi dan evaluasi hasil mengajar di bahas secara tersendiri maka dalam bagian ini yang akan di uraikan hanya sekuen bahan ajar.
a.    Sekuens bahan ajar
Untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub topik mengandung ide-ide pokok yang relevan dengan tujuan yang telah di tetapkan. Topik-topik tersebut telah tersusun dalam sekuens tertentu yang membentuk suatu sekuens bahan ajar. Ada beberapa cara untuk menyususn sekuens bahan ajar, yaitu :   
  1. Sekuens kronologi. Untuk menyusun bahan ajar yang mengandung urutan waktu, dapat digunakan sekuens kronologis. Peristiwa-peristiwa sejarah, perkembangan historis suatu institusi, penemuan-penemuan ilmiah dan sebagainya dapat di susun berdasarkan sekuens kronologis.
  2. Sekuens kausal. Masih berhubungan erat dengan sekuens kronologis adalah sekuens kausal. Siswa di hadapkan pada peristiwa-peristiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari suatu peristiwa atau situasi lain.
  3. Sekuens struktural. Bagian-bagian bahan ajar suatu bidang studi telah mempunyai suatu stuktur tertentu. Penyususnan sekuens bahan ajar bidang studi tersebut perlu di sesuaikan dengan strukturnya. Dalam fisika tidak mungkin mengajarkan alat-alat optik, tanpa terlebih dahulu mengajarkan pemantuan dan pembiasan cahaya dan pemantulan dan pembiasan cahaya tidak mungkin di ajarkan tanpa terlebih dahulu mengajarkan masalah cahaya. Maslaah cahaya, pemantulan-pembiasan, dan alat-alat optik tersusun secara truktural.
  4. Sekuens logis dan prsikologis. Bahan ajar ini juga dapat disusun berdasarkan urutan logis, Rowntree melihat perbedaan antara sekuens logis dan sekuens psikologis. Menurutnya sekuens logis bahan ajar dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana kepad yang kompleks. Tetapi menurut sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan kepada bagian, dari yang kompleks kepada yang sederhana.
  5. Sekuens spiral. Dikembangkan oleh Bruner (1960). Bahan ajar dipusatkan pada topik atau pokok bahn tertentu. Dari topik atau pokok tersebut bahan diperluas dan diperdalam. Topik atau pokok bahan ajar tersebut adalah sesuatu yang populer dan sederhana, tetapi kemudia diperluas dan diperdalam dengan bagian yang lebih kompleks.
  6. Rangkaian ke belakang. (backward chaining) dikembangkan oleh Thomas Gilbert (1962), dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur ke belakang. Contoh proses pemecahan yang bersifat ilmiah meliputi lima langkah yaitu : a) Pembatasan masalah, b) Penyusunan hipotesis, c) Pengumpulan data, d) Pengetesan hipotesis dan e) Interprestasi hasil tes. Dalam mengajarnya dimulai dengan langkah (e) kemudian guru menyajikan data tentang suatu masalah dan langkah (a) sampai (c) dan siswa di minta untuk mengadakan pengetasan hipotesis (d) dan seterusnya.
  7. Sekuens berdasarkan hierarki belajar. Model ini dikembangkan oleh Gagne (1965) dengan prosedur sebagai berikut : tujuan –tujuan khusus utama pembelajaran di analisis, kemudia dicari suatu hierarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus di kuasai siswa, berturut-turut sampai dengan perilaku terakhir.
Strategi Mengajar
Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan strategi atau metode mengajar. Pada waktu guru menyusus sekuens suatu bahan ajar, ia juga harus memikirkan strategi mengajar mana yang yang sesuai untuk menyajikan bahan ajar dengan urutan seperti itu.
Ada beberapa strategi yang dapat di gunakan dalam mengajar. Rowntree membagi strategi mengajar itu atas Exposition- Diccovery Learning dan Groups- Individual learning. Ausabel and Robinson membaginya atas strategi Reception Learning, Discoveri Learning, Rute Learning, dan Meaningful Learning.
  1. Reception/ Exposition Learning – Discovery Learning. Reception dan exposition sesungguhnya mempunyai makna yang sama, hanya bedanya dalam pelakunya. Reception learning dilihat dari sisi siswa sedangkan exposition di lihat dari sisi gurunya. Dalam exposition atau reception learning keseluruhan bahan ajar di sampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir atau bentuk jadi, baik secara lisan maupun tertulis. Siswa tidak di tuntut untuk mengolah, atau melakukan aktivitas lain kecuali menguasainya. Dalam discovery learning bahan ajar tidak di sajikan dalam bentuk akhir, siswa di tuntut untuk melakukan berbagai kegiatan, menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mengorganisasikan, bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan serta menemukan hal-hal yang bermanfaatbagi dirinya.
  2. Rote  learning – Meaningful Learning. Dalam rote learning bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan menghafalkannya. Dalam meaningful learning penyampaian bahan mengutamakan maknanya bagi siswa. Menurut Ausabel dan Robonson sesuatu bahan bahan yang bermakna dihubungkan dengan struktur kognitif yang ada pada siswa. Struktur kognitif terdiri atas fakta-fakta, data, konsep, proposisi, dalil, hukum dan teori-teori yang telah di kuasai siswa sebelumnya. Yang tersusun membentuk suatu struktur dalam fikiran anak. Lebih lanjut lagi Ausubel dan Robinson menekankan bahwa reception –discovery learning dan rote meaningful learning dapat di kombinasikan satu sama lain sehingga membentuk empat kombinasi strategi belajar mengajar, yaitu : a) Meaningfull- reception learning, b) Rote reception learning, c) Meaningful discovery learning, d) Rote discovery learning
  3. Group Learning – Individual Learning. Pelaksanaan discovery learning menuntut aktifitas belajar yang bersifat individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Discovery learning dalam bentuk kelas pelaksanaanya agak sukar dan mempunyai beberapa masalah. Masalah pertama, karena kemampuan dan kecepatan belajar siswa tidak sama, maka kegiatan discovery hanya akan di lakukan oleh siswa-siswa yang pandai dan cepat, siswa –siswa yang kurang dan lambat akan mengikuti saja kegiatan dan menerima temuan-temuan anak cepat.  Di pihak lain anak-anak lambat akan menderita kurang motif belajar, acuh tak acuh, dan kemungkinan menjadi pengganggu kelas. Masalah lain, semua anak dapat bekerja sama. Kerja sama hanya akan di lakukan oleh anak-anak yang aktif, yang lain mungkin hanya dapat menanti atau monoton. Dengan demikian akan terjadi perbedaan yang semakin jauh antara anak pandai dengan yang kurang.
Media Mengajar   
Media mengajar merupakan segala macam bentuk peransang dan alat yang di sediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Perumusan di atas menggambarkan pengertian media yang cukup luas, mencakup berbagai bentuk peransang belajar yang sering disebut sebagai audio visual aid, erta berbagai bentuk alat penyaji peransang belajar. Berupa alat-alat elektronika seperti mesin pengajaran, film, audio cassete, video cassette, televisi dan komputer.
Rowntree mengelompokan media mengajar menjadi lima macam dan disebut Modes, yaitu interaki insani, realita, pictorial, simbol tertulis, dan rekaman suara.
  1. Interaksi Insani. Media ini merupakan komunikasi langsung antara dua orang atau lebih. Dalam komunikasi tersebut kehadiran sesuatu pihak secara sadar atau tidak sadar mempengaruhi perilaku yang lainnya. Terutama kehadiran guru mempengaruhi perilaku siswa atau siswa-siswanya. Interaksi insani dapat berlangsung melalui komunikasi verbal atau nonverbal. Komunikasi yang bersifat verbal memegang peranan penting , terutama dalam perkembangan segi kognitif siswa. Untuk pengembangan segi-segi afektif, bentuk-bentuk komunikasi nonverbal seperti perilaku, penampilan fisik, roman muka, gerak-gerak, sikap, dan lain-lain lebih memegang peranan penting sebagai cotoh-contoh nyata. Intensitas interaksi insani dalam berbagai metode mengajar tidak selalu sama. Intensitas interaksi insani dalam metode ceramah lebih rendah di bandingkan dengan metode diskusi, permainan, simulasi, sosio drama, dan lain-lain.
  2. Realita. Realita merupakan bentuk peransang nyata seperti orang-orang, binatang, benda-benda, peristiwa, dan sebagainya yang di amati siswa. Dalam interaksi insani siswa berkomunikasi dengan orang-orang, sedangkan dalam realita orang –orang tersebut hanya menjadi obejk pengamatan, objek studi siswa.
  3. Pictorial. Media ini menunjukan penyajian berbagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun smbol, bergerak atau tidak, dibuat di atas kertas, fil, disket, kaset,  dan media lainnya.
  4. Simbol tertulis. Simbol tertulis merupakan media penyajian media informasi yang paling umum, tetapi tetap aktif. Ada beberapa macam bentuk media simbol tertulis seperti buku teks, buku paket, paket program belajar , modul, dan majalah-majalah.
  5. Rekaman suara. Berbagai bentuk informasi dapat disampaikan kepada anak dalam bentuk rekaman suara. Dapat di sajikan secara tersendiri atau digabung dengan media pictorial. penggunaan rekaman suara tanpa gambar dalam pengajaran bahasa cukup efektif. 
Evaluasi Pengajaran
Komponrn utama selanjutnya setelah tujuan, bahan ajar, strategi mengajar dan media mengajar adalah evaluasi. Evaluasi di tunjukan untuk menilai pencapaian tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan. Tiap kegiatan akan memberikan umpan balik, demikian juga dalam pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar. Umpan balik tersebut digunakan untuk mengadakan berbagai usaha penyempurnaan baik bagi penetuandan perumusan tujuan mengajar. Penentuan sekuens bahan ajar strategi dan media mengajar.
  1. Evaluasi Hasil Belajar Mengajar. Untuk menilai keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan-tujuan khusus yang telah ditentukan, di adalah suatu evaluasi. Evaluasi ini di sebut juga evaluasi hasil belajar mengajar. Dalam evaluasi ini di susun butir-butir soal untuk mengukur  pencapaian tiap tujuan khusus yang telah ditentukan.  Evaluasi formatif ditunjukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan belajar dalam jangka waktu yang relatif pendek. Tujuan utama dari evaluasi formatif ini sebenarnya lebih besar di tunjukan untuk menilai proses pengajaran. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah evaluasi formatif digunakan untuk menilai penguasaan siswa setelah selesai mempelajari satu pokok bahasan. Hasil evaluasi formatif ini terutama digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan membantu menguasai kesulitan-kesulitan belajar siswa. Dengan demikian evaluasi formatif selain berfungsi menilai proses, juga merupakan Evaluasi atau tes diagnotis. Evaluasi sumatif ditunjukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu yang cukup lama, satu semester, satu tahun atau selama jenjang pendidikan. Evaluasi sumatif mempunyai fungsi yang lebih luas dari pada evaluasi formatif. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, evaluasi sumatif dimaksudkan untuk menilai kemajuan belajar siswa (kenaikan kelas, kelulusan ujian) serta menilai efektifitas program secara menyeluruh. 
  2. Evaluasi Pelaksanaan Mengajar. Komponen yang di evaluasi dalam pengajaran bukan hanya hasil belajar mengajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang meliputi evaluasi komponen tujuan mengajar, bahan pengajaran (yang menyangkut sekuens bahan ajar), strategi dan media pengajaran, serta komponen evaluasi mengajar sendiri. Shufflebeam dan kawan-kawan mengutip model evaluasi dari EPIC, bahwa dalam program mengajar komponen-komponen yang di evaluasi meliputi : komponen tingkah laku yang mencakup aspek-aspek (sub-komponen) : kognitif, afektif dan psokomotorik. Komponen mengajar mencakup subkomponen : isi, metode, organisasi, fasilitas dan biaya dan komponen populasi yang mencakup siswa, guru, administrator, spesialis pendidikan, keluarga dan masyarakat. Untuk mengevaluasi komponen-komponen dan proses pelaksanaan mengajar bukan hanya digunakan tetapi juga digunakan bentuk-bentuk non tes, seperti observasi, studi dokumenter, analisis hasil pekerjaan, angket dan checklist. Evaluasi dapat dilakukan oleh guru atau oleh pihak-pihak lain yang berwenang atau diberi tugas, seperti kepala sekolahdan pengawas, tim evaluasi kanwil, atau pusat. Sesuai dengan prinsip sistem, evaluasi dan umpan balik diadakan terus menerus, walaupun tidak semua komponen mendapat evaluasi yang sama kedalaman dan keluasannya. Karena sifatnya menyeluruh dan terus menerut tersebut maka evaluasi pelaksanaan sistem dapat dipandang sebagai suatu monitoring.
Scope dan Sequence Kurikulum
Scope adalah atau bidang cakupan dapat didefinisikan sebagai “ luas” kurikulum,yang didalamnya mencakup berbagai topik, pegalaman belajar, aktifitas, pengorganisasian “elemen-elemen”, serta hubungan pengintergrasian dan pengorganisasian berbagai elemen tersebut yang harus diberikan kepada siswa disekolah.
Sequence adalah susunan atau urutan pengelompokan kegiatan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan kurikulum. Bila scope mengacu pada “ apa” , maka sequence lebih mengacu pada “kapan” dan “dimana” pokok-pokok bahasan tersebut ditempatkan dan dilaksanakan.
Berikut adalah langkah-langkah sequence:
1.    Dimulai dari yang sederhana menuju yang kompleks
2.    Menuruti alur kronologis
3.    Balikan dari alur kronologis
4.    Mulai dari keadaan georafis yang dekat sampai yang jauh
5.    Dari jauh menuju dekat
6.    Dari konkrit ke abstrak
7.    Dari umum menuju khusus
8.    Dari khusus menuju umum.


Blog, Updated at: 03.28

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Terbaru

get this widget here